Situs Slot Milik Ferdy Sambo 2024 Terbaru Indonesia Wikipedia

Situs Slot Milik Ferdy Sambo 2024 Terbaru Indonesia Wikipedia

Murder of Brigadier Yosua

Brigadier Nofriansyah Yosua Hutabarat was shot at the Jakarta home of Ferdy Sambo on 8 July 2022 at approximately 17:00 Western Indonesian Time. Hutabarat, a bodyguard and driver for Sambo, was said to have died after a shootout with another member of the protection team, Second Patrolman Richard Eliezer Pudihang Lumiu,[26] allegedly after Hutabarat sexually harassed Sambo's wife, Putri Candrawati. After the shooting, Hutabarat was transported by ambulance to a hospital where he was pronounced dead, though news of the shooting was delayed until 11 July 2022.[27]

On 9 August 2022, Sambo was taken into custody and charged with premeditated murder, which carries the death penalty or life imprisonment. It was later alleged that patrolman Lumiu had been promised immunity from prosecution by Sambo if he followed through with Sambo's version of the shooting. Despite the assurance of Sambo, Lumiu continued to be the sole suspect for the murder, prompting Lumiu to provide the police with a more accurate and open testimony that contradicted Sambo's version of the event.[28]

Head of Indonesian police, General Listyo Sigit Prabowo told a press conference that Sambo had fired multiple pistol shots into a wall in an attempt to show a gunfight had led to Hutabarat's death; there had been no shoot-out and that Sambo had orchestrated Hutabarat's murder.[29] He was described as the "mastermind" of the killing, in which Hutabarat was shot 12 times with a Glock 17.[5][6][30][31]

The murder trial of Ferdy Sambo, his wife, two police officers and a driver – all facing charges of premeditated murder – started in South Jakarta District Court on 17 October 2022. Sambo was accused of ordering a subordinate to shoot Hutabarat, then shooting the wounded victim again himself to kill him.[32] In parallel with the murder trial, seven former officers including Sambo were tried on charges of obstruction of justice related to alleged cover-ups and destruction of evidence.[33]

In January 2023, the court rejected allegations that Hutabarat had raped, sexually assaulted or had an adulterous affair with Sambo's wife, Putri Candrawathi.[34] Prosecutors said Candrawathi had invented a story that she had been raped by Hutabarat, and had repeatedly changed her version of events leading up to the shooting.[35]

On 13 February 2023, Ferdy Sambo was found "legally and convincingly guilty" of the premeditated murder of Hutabarat and sentenced to death[36] – a penalty usually carried out in Indonesia by firing squad.[37] Verdicts and sentences regarding Candrawathi and the three other accused followed later in the week.[38] Sambo has a week to appeal the verdict; his role as a law enforcer was seen by observers as a factor in the court imposing the maximum sentence – Ardi Manto Saputra, deputy director of human rights group Imparsial said Sambo had "tainted the reputation of law enforcement and the government's dignity".[39]

Candrawathi received a 20-years prison sentence for her role in the murder; her personal assistant Kuat Ma'ruf was given 15 years, and Ricky Rizal Wibowo was given a 13-year sentence (in all three cases, the prosecution had requested eight-year terms).[40] On 15 February 2023, Richard Eliezer Pudihang Lumiu was sentenced to 18 months in prison for his role in the murder; the prosecution had requested a twelve-year term[37] but he was given a lighter sentence for his efforts as a justice collaborator.[41][42]

On 15 and 16 February 2023, lawyers for four defendants (Ma'ruf, Sambo, Candrawathi and Rizal) submitted appeals against their sentences;[43] prosecutors lodged counter-appeals.[44] On 12 April 2023, the South Jakarta District Court rejected all of the defendants' appeals,[11] though the defendants can still appeal to the Supreme Court or seek clemency from the president.[45] In May 2023, Sambo, Chandrawati and Ma'ruf filed cassation appeals to the Supreme Court.[12]

On 8 August 2023, Sambo's appeal was granted by the Supreme Court on a majority decision (3-2), thereby reducing his sentence to one of life imprisonment.[46][13] The Supreme Court also halved Candrawathi's prison sentence to 10 years, Ma’ruf's sentence was cut from 15 to 10 years, while Rizal's sentence was reduced from 13 to eight years.[47]

Ferdy Sambo (lahir 9 Februari 1973) adalah seorang mantan perwira tinggi Polri yang dikenal terutama karena keterlibatannya dalam pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.[3][4] Dia digambarkan sebagai "dalang" pembunuhan, di mana Yosua Hutabarat ditembak 12 kali dengan Glock 17.[5][6][7][8] Ia terakhir kali menjabat sebagai Pati Yanma Polri dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal Polisi. Sambo sempat menjabat sebagai Dirtipidum Bareskrim Polri (2019), lalu dipromosikan menjadi Kadiv Propam Polri (2020)[9] dan dimutasi sebagai Pati Yanma Polri (2022).[10]

Pada tanggal 13 Februari 2023, setelah menjalani persidangan selama tiga bulan di Jakarta Selatan Pengadilan Negeri, Sambo dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati.[11][12][13] Pada 15 Februari 2023, Sambo mengajukan banding atas hukumannya, dua hari setelah vonisnya. Banding tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 April 2023, dan mempertahankan bahwa Sambo akan tetap dihukum mati.[14][15] Namun, pada bulan Mei 2023, Sambo mengajukan banding kasasi ke Mahkamah Agung Indonesia.[16] Bandingnya diterima dan pada tanggal 8 Agustus 2023 hukumannya diringankan menjadi penjara seumur hidup.[17] Selain itu juga beliau merupakan putra daerah Sulawesi Selatan yang berasal dari Buntu Barana, Tikala, Toraja Utara.

Ferdy Sambo lahir pada tanggal 9 Februari 1973, di Barru, Sulawesi Selatan. Ayahnya adalah William Sambo.[18] Saudaranya adalah Leonardo Sambo (lahir 2 Juni 1971).[19][20] Dia bersekolah di SMPN 6 Makassar, di mana dia bertemu dengan calon istrinya, Putri Candrawati.[21] Setelah menyelesaikan SMA, Sambo masuk akademi kepolisian dan lulus pada tahun 1994.[18]

Sambo menikah dengan Putri Candrawati (lahir 1973) pada 7 Juli 2000, yang sebelumnya berkarir sebagai dokter gigi. Pasangan ini memiliki empat anak.[22] Selama persidangan, terungkap bahwa anak bungsunya diadopsi.[23]

Ada kontroversi seputar kekayaannya, dengan publik yang bertanya-tanya bagaimana dia memiliki berbagai mobil mewah dan memiliki beberapa properti di seluruh negeri meskipun dengan hanya mengandalkan gaji jenderal polisi di Indonesia.[24][25]

Kariernya di kepolisian terbilang sukses, khususnya di bidang reserse, setelah ia dipromosikan dari Kanit Reskrim Polres Jakarta Barat menjadi Kapolres Purbalingga[26] di Jawa Tengah pada tahun 2012. Sebelum menjabat Kadiv Propam Polri, Sambo adalah Dirtipidum Bareskrim Polri.[27][28][29]

Pembunuhan Brigadir Yosua

Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ditembak di rumah Ferdy Sambo di Jakarta pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB. Yosua Hutabarat, bodyguard sekaligus sopir Sambo, dikabarkan tewas usai baku tembak dengan anggota regu pengamanan lainnya, Petugas Patroli Kedua Richard Eliezer Pudihang Lumiu,[30] diduga setelah Yosua melakukan pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawati. Usai penembakan, Yosua diangkut dengan ambulans ke rumah sakit di mana ia dinyatakan meninggal, meski kabar penembakan tersebut ditunda penyiarannya hingga 11 Juli 2022.[31]

Pada 9 Agustus 2022, Sambo ditahan dan didakwa pembunuhan berencana, yang diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup. Belakangan diduga bahwa petugas patroli Eliezer telah dijanjikan kekebalan dari penuntutan oleh Sambo jika dia menindaklanjuti penembakan versi Sambo. Terlepas dari jaminan Sambo, Eliezer terus menjadi tersangka tunggal atas pembunuhan tersebut, mendorong Eliezer untuk memberikan kesaksian yang lebih akurat dan terbuka kepada polisi yang bertentangan dengan versi Sambo tentang peristiwa tersebut.[32]

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pada konferensi pers bahwa Sambo telah melepaskan beberapa tembakan pistol ke dinding dalam upaya untuk menunjukkan baku tembak telah menyebabkan kematian Yosua; tidak ada baku tembak dan bahwa Sambo yang mengatur pembunuhan Yosua.[33] Dia digambarkan sebagai "dalang" pembunuhan, di mana Yosua ditembak 12 kali dengan Glock 17.[5][6][7][8]

Sidang pembunuhan Ferdy Sambo, istrinya, dua polisi dan seorang sopir (semuanya menghadapi dakwaan pembunuhan berencana) dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 17 Oktober 2022. Sambo dituduh memerintahkan bawahannya untuk menembak Yosua Hutabarat, kemudian menembak korban yang terluka lagi untuk membunuhnya.[34] Sejalan dengan persidangan pembunuhan, tujuh mantan perwira termasuk Sambo diadili dengan tuduhan menghalangi proses hukum terkait dugaan menutup-nutupi dan merusak barang bukti.[35]

Pada Januari 2023, pengadilan menolak tuduhan bahwa Yosua telah memperkosa, melakukan pelecehan seksual, atau berselingkuh dengan istri Sambo, Putri Candrawathi.[36] Jaksa mengatakan bahwa Candrawathi mengarang cerita menengai pelecehan dirinya oleh Yosua, dan telah berulang kali mengubah versinya tentang kejadian menjelang penembakan.[37]

Pada 13 Februari 2023, Ferdy Sambo dinyatakan "bersalah secara sah dan meyakinkan" atas pembunuhan berencana terhadap Yosua dan dijatuhi hukuman mati[38] (hukuman yang biasanya dilakukan di Indonesia oleh regu tembak).[39] Putusan dan hukuman terkait Candrawathi dan tiga terdakwa lainnya menyusul pada akhir pekan Februari 2023.[40] Sambo memiliki waktu seminggu untuk mengajukan banding atas putusan tersebut; perannya sebagai penegak hukum dilihat oleh pengamat sebagai faktor dalam pengadilan menjatuhkan hukuman maksimal. Ardi Manto Saputra, wakil direktur kelompok hak asasi manusia Imparsial mengatakan Sambo telah "menodai reputasi penegak hukum dan martabat pemerintah".[41]

Candrawathi menerima hukuman penjara 20 tahun atas perannya dalam pembunuhan tersebut; asisten pribadinya Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal Wibowo divonis 13 tahun penjara (dalam ketiga kasus tersebut, jaksa meminta hukuman delapan tahun).[42] Pada 15 Februari 2023, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dijatuhi hukuman 18 bulan penjara atas perannya dalam pembunuhan tersebut; penuntutan telah meminta hukuman dua belas tahun[39] tetapi dia diberi hukuman yang lebih ringan atas usahanya sebagai kolaborator keadilan.[43][44]

Pada tanggal 15 dan 16 Februari 2023, pengacara empat terdakwa (Ma'ruf, Sambo, Candrawathi dan Rizal) mengajukan banding atas hukuman mereka;[45] jaksa mengajukan kontra-banding.[46] Pada tanggal 12 April 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan kasasi para tergugat,[15] meskipun para terdakwa masih dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung atau meminta grasi dari presiden.[47]

Pada tanggal 8 Agustus 2023, banding Sambo dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan keputusan mayoritas (3-2), sehingga mengurangi hukumannya menjadi penjara seumur hidup.[17][48] Mahkamah Agung juga mengurangi separuh hukuman penjara Candrawathi menjadi 10 tahun, hukuman Ma'ruf dipotong dari 15 menjadi 10 tahun, sedangkan hukuman Rizal dikurangi dari 13 menjadi delapan tahun.[49]

Ferdy Sambo (lahir 9 Februari 1973) ialah bekas pegawai tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang terakhir berkhidmat sebagai Ketua Bahagian Profesion dan Keselamatan Polis Negara Indonesia berpangkat Inspektor Jeneral Polis. Dia mendapat perhatian sebagai dalang mengarahkan pembunuhan pembantunya, Brigedier Nofriansyah Yosua Hutabarat[2][3] di mana Hutabarat ditembak sebanyak 12 kali dengan sepucuk pistol Glock 17.[4][5][6][7]

Sambo dilepaskan tanpa hormat pada 27 Ogos 2022 dan, selepas perbicaraan tiga bulan di Mahkamah Daerah Jakarta Selatan, pada 13 Februari 2023, dia didapati bersalah dan dijatuhi hukuman mati.[8][9][10][11]

Ferdy Sambo lahir pada 9 Februari 1973, di Barru, Sulawesi Selatan.[12] Abangnya ialah Leonardo Sambo (lahir 2 Jun 1971).[13][14] Dia belajar di SMPN 6 Makassar, di mana dia bertemu bakal isterinya, Putri Candrawati.[15] Selepas menamatkan sekolah menengah, Sambo menghadiri akademi polis, dan tamat pengajian pada 1994.[12]

Sambo berkahwin dengan Putri Candrawati, yang sebelum ini berkerjaya sebagai doktor gigi, dan mempunyai empat orang anak (sehingga Februari 2023); semasa perbicaraannya, terbongkar bahawa anak bongsunya telah menjadi anak angkat.[16] Terdapat kontroversi mengenai kekayaannya, dengan orang ramai tertanya-tanya bagaimana dia memiliki pelbagai kereta mewah dan memiliki beberapa hartanah di seluruh negara sungguhpun dengan gaji jeneral polis di Indonesia.[17][18]

Kariernya dalam kepolisian cukup berjaya terutama dalam bidang detektif, berkembang pesat selepas beliau dinaikkan pangkat dari Ketua Unit Siasatan Jenayah Polres Jakarta Barat ke Kapolri Purbalingga[19] di Jawa Tengah pada 2012. Sebelum berkhidmat sebagai Ketua Bahagian Polis Propam, Sambo merupakan Dirtipidum Unit Siasatan Jenayah polis.[20][21][22]

Brigedier Nofriansyah Yosua Hutabarat ditembak di rumah Ferdy Sambo di Jakarta pada 8 Julai 2022 kira-kira jam 17:00 Waktu Indonesia Barat. Hutabarat, seorang pengawal peribadi dan pemandu Sambo, dikatakan maut selepas berbalas tembakan dengan seorang lagi anggota pasukan perlindungan, Peronda Kedua Richard Eliezer Pudihang Lumiu,[23] didakwa selepas Hutabarat melakukan gangguan seksual terhadap isteri Sambo, Putri Candrawati. Selepas tembakan itu, Hutabarat telah diangkut dengan ambulans ke hospital, dan disahkan meninggal dunia, walaupun berita mengenai tembakan itu ditangguhkan sehingga 11 Julai 2022.[24]

Pada 9 Ogos 2022, Sambo telah ditahan dan didakwa atas tuduhan pembunuhan terancang, yang membawa hukuman mati atau penjara seumur hidup. Ia kemudiannya didakwa bahawa peronda, Lumiu telah dijanjikan kekebalan daripada pendakwaan oleh Sambo jika dia mengikuti versi Sambo tentang penembakan itu. Di sebalik jaminan Sambo, Lumiu terus menjadi suspek tunggal bagi pembunuhan itu, mendorong Lumiu untuk memberikan polis keterangan yang lebih tepat dan terbuka yang bercanggah dengan versi Sambo tentang peristiwa itu.[25]

Ketua polis Indonesia, Jeneral Listyo Sigit Prabowo memberitahu sidang akhbar bahawa Sambo telah melepaskan beberapa das tembakan pistol ke dinding dalam percubaan untuk menunjukkan pertempuran telah menyebabkan kematian Hutabarat; tidak ada tembak-menembak berlaku, dan Sambo telah mendalangi pembunuhan Hutabarat.[26]

Perbicaraan pembunuhan Ferdy Sambo, isterinya, dua pegawai polis dan seorang pemandu – kesemuanya menghadapi pertuduhan pembunuhan terancang – bermula di Mahkamah Daerah Jakarta Selatan pada 17 Oktober 2022. Sambo didakwa mengarahkan orang bawahan untuk menembak Hutabarat, kemudian menembak mangsa yang cedera sekali lagi untuk membunuhnya.[27] Selari dengan perbicaraan pembunuhan, tujuh bekas pegawai termasuk Sambo dibicarakan atas tuduhan menghalang keadilan berkaitan dakwaan menutup dan memusnahkan bukti.[28]

Pada Januari 2023, mahkamah menolak dakwaan bahawa Hutabarat telah merogol, melakukan serangan seksual atau melakukan hubungan zina dengan isteri Sambo, Putri Candrawathi.[29] Pendakwa raya berkata Candrawathi telah mereka cerita bahawa dia telah dirogol oleh Hutabarat, dan telah berulang kali mengubah versi kejadiannya yang membawa kepada penembakan.[30]

Pada 13 Februari 2023, Ferdy Sambo didapati "bersalah secara sah dan meyakinkan" atas pembunuhan terancang Hutabarat dan dijatuhkan hukuman mati[31] – hukuman yang biasanya dilakukan di Indonesia oleh skuad tembak.[32] Keputusan dan hukuman berhubung Candrawathi dan tiga tertuduh lain menyusuli kemudian pada minggu ini.[33] Sambo mempunyai masa seminggu untuk merayu keputusan itu; peranannya sebagai penguatkuasa undang-undang dilihat oleh pemerhati sebagai faktor mahkamah menjatuhkan hukuman maksimum – Ardi Manto Saputra, timbalan pengarah kumpulan hak asasi manusia Imparsial berkata Sambo telah "mencemarkan reputasi penguatkuasa undang-undang dan maruah kerajaan".[34]

Candrawathi menerima hukuman penjara 20 tahun kerana peranannya dalam pembunuhan itu; pembantu peribadinya Kuat Ma'ruf diberi tempoh 15 tahun, dan Ricky Rizal Wibowo dijatuhi hukuman 13 tahun (dalam ketiga-tiga kes, pihak pendakwaan telah meminta tempoh lapan tahun).[35] Pada 15 Februari, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dijatuhi hukuman penjara 18 bulan kerana peranannya dalam pembunuhan itu; pihak pendakwaan telah meminta penggal dua belas tahun[32] tetapi diberi hukuman yang lebih ringan atas usahanya dalam kerjasama demi keadilan.[36][37]

Former Indonesian police general (born 1973)

Ferdy Sambo (born 9 February 1973) is a former high-ranking Indonesian National Police officer who last served as the Head of the Profession and Security Division of the Indonesian National Police with the rank of Inspector General of Police. He is known for his involvement in the murder of his aide-de-camp, Nofriansyah Yosua Hutabarat.[3][4] He was described as the "mastermind" of the killing, in which Hutabarat was shot 12 times with a Glock 17.[5][6]

On 13 February 2023, following a three-month trial at the South Jakarta District Court, Sambo was found guilty and sentenced to death.[7][8][9] On 15 February 2023, Sambo filed an appeal against his sentence, two days after his conviction. However, on 12 April 2023, the South Jakarta District Court rejected the appeal, upholding the original sentence. As a result, Sambo's execution was set to proceed as planned.[10][11] However, in May 2023, Sambo filed a cassation appeal to the Supreme Court of Indonesia,[12] and on 8 August 2023 his sentence was commuted to one of life imprisonment.[13]

Ferdy Sambo was born on 9 February 1973, in Barru, South Sulawesi to William Sambo.[14] His brother is Leonardo Sambo (born 2 June 1971).[15][16] He went to SMPN 6 Makassar, where he met his future wife, Putri Candrawati.[17] After completing high school, Sambo attended the police academy where he graduated in 1994.[14]

Sambo is married to Putri Candrawati (born 1973), who previously had a career as a dentist; they married on 7 July 2000.[18] The couple had four children named Trisha Eungelica Ardyadana (born 2001), Yakobus Jacki Uly (born 2005), Adrianus Sooai (born 2007), and Arka.[18] During his trial, it was revealed that his youngest child was adopted.[19]

There has been controversy surrounding his wealth, with the public wondering how he owns various luxury cars and owns several properties across the country despite the salary for police generals in Indonesia.[20][21]

His career in the police was fairly successful, especially in the field of detectives, after he was promoted from Head of Criminal Investigation Unit of West Jakarta Police to Chief of Police of Purbalingga[22] in Central Java in 2012. Before serving as the Head of the Propam Police Division, Sambo was the Dirtipidum of the Criminal Investigation Unit of the police.[23][24][25]

Inspector General. Pol. Ignatius Sigit Widiatmono

Inspector General. Pol. Syahar Diantono

Brigadier General. Pol. Nico Afinta

Brigadier General. Pol. Andi Rian R. Djajadi

Chief Commissioner. Pol. Mardiaz Kusin

Chief Commissioner. Pol. Suwondo Nainggolan

Chief Commissioner Adjudant Kif Aminanto

Chief Commissioner Adjudant Harryo Sugihhartono

Chief Commissioner Adjudant Roy Hardi Siahaan

Chief Commissioner Adjudant I Ketut Suwitra

Anda mungkin ingin melihat